Kamis, 08 Desember 2011

Kearifan budaya masyarakat Samin


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan ragam budaya, masyarakat, ras, dan agama. Kita akan dengan mudah menemukan keragaman tersebut di setiap daerah di Indonesia dengan ciri khas masing-masing.
Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan manusia lain untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Manusia tidak dapat tinggal sendiri, lalu terbentuklah masyarakat yang tinggal bersama di suatu tempat, saling berinteraksi, mempunyai hubungan yang bersifat langgeng, dan menghasilkan kebudayaan. Begitu juga yang dialami oleh masyarakat Samin yang tinggal di Desa Sumber, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, dimana memiliki kebudayaan yang khas dan unik. Seiring perkembangan zaman, dimana arus globalisasi tidak terelakkan lagi, menyebabkan banyaknya budaya dan teknologi luar masuk ke Indonesia. Namun, meskipun ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi berkembang sangat pesat, masyarakat Samin masih tetap mempertahankan serta memegang teguh akan kebudayaan mereka khususnya dalam hidup berkelompok, baik itu dalam kehidupan berkeluarga sebagai kelompok sosial primer maupun dalam hubungan mereka masyarakat luar. Dalam hal-hal tertentu, mereka tidak dapat terlepas dari perkembangan zaman, karena sekarang mereka sudah mengenal televisi, motor, dan barang elektronik lainnya

 Dalam hidupnya, manusia juga selalu berinteraksi dengan orang lain. Sejumlah orang yang ada saling berhubungan dan membentuk sebuah struktur sosial. Kelompok sosial merupakan unsur yang ada dalam membangun suatu masyarakat. Masyarakat samin sebagai bagian dari masyarakat Indonesia mempunyai kelompok sosial yang lebih kedalam (in group). Hal itu merupakan identitas tersendiri bagi masyarakat samin.

B.  Pembatasan Masalah

Berdasarakan identifikasi masalah dan uraian di atas maka permasalahan yang ada harus dibatasi. Pembatasan masalah ini bertujuan untuk memfokuskan perhatian pada observasi agar diperoleh kesimpulan yang benar dan mendalam pada aspek yang damati. Cakupan masalah dalam observasi ini dibatasi pada bagaimana kelompok sosial yang ada di sedulur sikep masyarakat samin Blora.

C.   Rumusan Masalah

1.    Bagaimana deskripsi Desa Sumber, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora sebagai tempat tinggal masyarakat Samin ?
2.    Bagaimana kelompok sosial di masyarakat Samin ?

D.   Tujuan

1.    Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas Kuliah Kerja Lapangan I, selain itu laporan ini disusun agar pembaca dapat mengetahui identifikasi Desa Sumber, Kec. Kradenan, Kab. Blora dimana Masyarakat Samin tinggal dan masih berpegang teguh dengan kebudayaan aslinya  sebagai warisan bersama yang harus dipertahankan meski sekarang sudah sedikit mengalami pergeseren seiring dengan perkembangan zaman.
2.    Diharapakan nantinya dapat mengetahui gambaran secara khusus masyarakat Samin terkait dengan kelompok sosial disana, dimana ikatan antaranggota kelompok tersebut masih sangat erat.

E.  Manfaat Observasi

Observai ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis, antara lain sebagai berikut:


1.    Manfaat secara Teoritis
KKL I di Blora dan Rembang mengenai struktur dan proses sosial di masyarakat samin Blora diharapkan dapat memberikan manfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan, dan memberikan pengetahuan secara umum mengenai struktur dan proses sosial khususnya kelompok sosial di masyarakat Samin, di Kabupaten Blora serta dapat bermanfaat bagi observasi-observasi selanjutnya yang relevan.
2.    Manfaat secara Praktis
a.    Bagi Peneliti
Melalui Kuliah Kerja Lapangan ini, kami dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan khususnya mata  kuliah struktur dan proses sosial secara nyata. Selain itu, kami juga dapat mengetahui bagaimana struktur dan proses sosial khususnya tentang kelompok sosial yang ada pada masyarakat samin di Blora.
b.    Bagi Mahasiswa
Hasil KKL ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi mengenai perubahan social budaya suatu tempat terkait dengan era globalissai saat ini, dan bagaimana fenomena sosiologis yang muncul terkait dengan hal ini, serta laporan observasi ini dapat bermanfaat sebagai referensi kajian untuk observasi lainnya dengan tema yang relevan dan terkait dengan tema yang sama.
c.    Bagi Masyarakat
Laporan observasi KKL ini dapat memberikan sumbangan pemikiran  kepada masyarakat mengenai dampak dari struktur dan proses sosial khususnya mengenai kelompok sosial di masyarakat Samin.
d.   Bagi Universitas dan Lembaga Pendidikan
Hasil laporan observasi KKL ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi para akademisi tentang Struktur dan Proses Sosial khususnya mengenai kelompok sosial yang ada di masyarakat Samin, Blora.
BAB II
LANDASAN TEORI

A.  Tinjauan pustaka

1.      Masyarakat Samin

Masyarakat Samin adalah keturunan para pengikut Samin Surosentiko yang mengajarkan sedulur sikep, dimana dia mengobarkan semangat perlawanan terhadap Belanda dalam bentuk lain di luar kekerasan. Sedulur Sikep hidup secara tersebar di pantai utara Jawa Tengah, seperti Kudus, Pati, Blora, Rembang, Bojonegoro bahkan sampai ke Ngawi. Samin Surosentiko sering disebut juga sebagai Raden Kohar. Nama itu kemudian dirubah menjadi Samin, yaitu sebuah nama yang bernafas kerakyatan. Ia masih berdarah bangsawan Majapahit yang hidup pada zaman kolonial Belanda. Samin Surosentiko masih mempunyai pertalian darah dengan Kyai Keti di Rajegwesi, Bojonegoro dan juga masih bertalian darah dengan Pangeran Kusumoningayu yang berkuasa di daerah Kabupaten Sumoroto ( kini menjadi daerah kecil di Kabupaten Tulungagung ) pada tahun 1802-1826. Namun, karena alasan tertentu memutuskan meninggalkan gemerlap dunia kebangsawanan. Ia mendalami keilmuan spiritual yang saat itu sudah mulai diintervensi oleh kepentingan kelompok tertentu, khususnya oleh agama-agama baru dan tata kehidupan kolonial. Mbah Samin mendalami sendiri nilai-nilai budi luhur serta beladiri menentang penjajahan Belanda dan pada akhirnya mengajarkan kepada murid-muridnya. Begitu mencoloknya sikap Mbah Samin terhadap tata kehidupan saat itu, sehingga sampai kini orang lain mengatakan " Dasar orang Samin" pada tindakan-tidakan yang serupa. (Wahono dkk, 2002).
Bentuk yang dilakukan adalah menolak membayar pajak, menolak segala peraturan yang dibuat pemerintah kolonial. Masyarakat ini acap memusingkan pemerintah Belanda maupun penjajahan Jepang karena sikap itu, sikap yang hingga sekarang dianggap menjengkelkan oleh kelompok diluarnya. Masyarakat Samin sendiri juga mengisolasi diri sehingga baru pada tahun 1970an mereka baru tahu Indonesia telah merdeka. (http://rinangxu.wordpress.com/2006/12/07/samin anarchy-rebelbudaya/)
Orang luar Samin sering menganggap mereka sebagai kelompok yang lugu, menolak membayar pajak, dan acap menjadi bahan lelucon terutama di kalangan masyarakat Bojonegoro. Orang samin memiliki konsep ajaran yaitu tidak bersekolah, tidak memakai peci, tetapi “iket” yaitu semacam kain yang diikatkan di kepala mirip orang Jawa dahulu, tidak berpoligami, tidak memakai celana panjang, tidak berdagang dan menolak kapitalisme. Sedangkan pokok-pokok ajaran Samin diantaranya:
a.     Agama adalah senjata atau pegangan hidup. Paham Samin tidak membeda-bedakan agama, yang penting adalah tabiat dalam hidupnya.
b.    Jangan mengganggu orang, jangan bertengkar, jangan iri hati dan jangan suka mengambil milik orang lain.
c.     Bersikap sabar dan jangan sombong.
d.   Manusia harus memahami kehidupannya, sebab hidup adalah sama dengan roh dan hanya satu dibawa abadi selamanya. Menurut orang Samin, roh orang yang meninggal tidaklah meninggal, namun hanya salen sandang (berganti pakaian).
e.    Bila orang berbicara, harus bisa menjaga mulut, jujur dan saling menghormati. Berdagang bagi orang Samin dilarang karena dalam perdagangan ada unsur “ketidakjujuran”. Selain itu, mereka juga tidak boleh menerima sumbangan dalam bentuk uang dari orang luar. (http://nurfadli.wordpress.com/)
            Samin sebagai pegangan dan keyakinan hidup memiliki prinsip dasar ajaran (perintah) dan pantangan (larangan). Ajaran Samin mempunyai enam prinsip dasar dalam beretika berupa pantangan untuk tidak dengki (membuat fitnah), srei (serakah), panasten (mudah tersinggung / membenci sesama), dawen (mendakwa tanpa bukti), nyiya marang sapada-pada (nista terhadap sesama), bejok reyot iku dulure, waton menungsa tur gelem dindaku sedulur (jangan sia-sia terhadap orang lain, seperti apapun keadaannya sesama manusia adalah saudara jika mau dijadikan saudara). Sedangkan lima pantangan dasar dalam berinteraksi adalah bedok (menuduh), colong (mencuri), pethil (mengambil barang yang masih menyatu dengan alam / melekat dengan sumber kehidupan, misal sayur mayur ketika masih di ladang), jumput (mengambil barang yang telah menjadi komoditas pasar misal beras, hewan piaraan, dll), nemu wae ora kena (menemukan saja tidak boleh).
Masyarakat Samin terkesan lugu, bahkan lugu yang amat sangat, berbicara apa adanya, dan tidak mengenal batas halus kasar dalam berbahasa karena bagi mereka tindak tanduk orang jauh lebih penting daripada halusnya tutur kata. Kelompok ini terbagi dua, yakni Jomblo-ito atau Samin Lugu, dan Samin Sangkak, yang mempunyai sikap melawan dan pemberani. Kelompok ini mudah curiga pada pendatang dan suka membantah dengan cara yang tidak masuk akal. Ini yang sering menjadi stereotip dikalangan masyarakat Bojonegoro dan Blora. Mereka melaksanakan pernikahan secara langsung, tanpa melibatkan lembaga-lembaga pemerintah bahkan agama, karena agama mereka tidak diakui negara. Mereka menganggap agamanya sebagai Agama Adam, yang diterapkan turun temurun.
Dalam buku Rich Forests, Poor People -Resource Control and Resistance in Java, Nancy Lee Peluso menjelaskan para pemimpin Samin adalah guru tanpa buku, pengikut-pengikutnya tidak dapat membaca ataupun menulis. Suripan Sadi Hutomo dalam Tradisi dan Blora (1996) menunjuk dua tempat penting dalam pergerakan Samin: Desa Klopodhuwur di Blora sebelah selatan sebagai tempat bersemayam Samin Surosentiko, dan Desa Tapelan di Kecamatan Ngraho, Bojonegoro, yang memiliki jumlah pengikut Samin terbanyak.
Sebagai gerakan yang cukup besar saminisme tumbuh sebagai perjuangan melawan kesewenangan Belanda yang merampas tanah-tanah dan digunakan untuk perluasan hutan jati pada zaman penjajahan di Indonesia. Sekitar tahun 1900, mandor hutan yang menjadi antek Belanda mulai menerapkan pembatasan bagi masyarakat dalam soal pemanfaatan hutan. Para mandor itu menerapkan hukum, peraturan, serta hukuman bagi yang melanggar. Tapi para saminis, atau pengikut Samin, menganggap remeh perkara itu. Sosialisasi hukum itu lantas ditindaklanjuti pemerintah Belanda dengan pemungutan pajak untuk air, tanah, dan usaha ternak mereka. Pengambilan kayu dan hutan harus seizin mandor polisi hutan. Pemerintah Belanda berdalih semua pajak kelak dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun itu ditentang oleh masyarakat pinggir hutan di bawah komando Samin Surosentiko yang diangkat oleh pengikutnya sebagai pemimpin informal tanpa persetujuan dirinya. Oleh para pengikutnya Samin Surosentiko dianggap sebagai Ratu Tanah Jawi atau Ratu Adil Heru Cakra dengan gelar Prabu Panembahan Suryangalam. Para pengikut Samin berpendapat, langkah swastanisasi kehutanan tahun 1875 yang mengambil alih tanah-tanah kerajaan menyengsarakan masyarakat dan membuat mereka terusir dan tanah leluhurnya. Sebelumnya, pemahaman pengikut Samin adalah tanah dan udara adalah hak milik komunal yang merupakan perwujudan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Mereka menolak berbicara dengan mandor-mandor hutan dan para pengelola dengan bahasa krama, tetapi mereka menggunakan bahasa Jawa ngoko yang kasar alias tidak taklim. Sasaran mereka sangat jelas, para mandor hutan dan pejabat pemerintah Belanda. Ketika mandor hutan menarik pajak tanah, secara demonstratif mereka berbaring di tengah tanah pekarangannya sambil berteriak keras, "Kanggo!" (punya saya). Ini membuat para penguasa dan orang-orang kota menjadi sinis dan mengkonotasikan pergerakan tersebut sebagai sekadar perkumpulan orang tidak santun. Akibatnya, para pengikut Samin yang kemudian disebut orang Samin, dicemooh dan dikucilkan dari pergaulan. Ketika pergerakan itu memanas dan mulai menyebar di sekitar tahun 1905, pemerintah Belanda melakukan tindakan represif. Menangkap para pemimpin pergerakan Samin, juga mengasingkannya. Belanda juga mengambil alih tanah kepemilikan dari mereka yang tak mau membayar pajak. Namun tindakan pengasingan dan tuduhan gerakan subversif gagal menghentikan aktivitas para saminis. Sekarang pun sisa-sisa para pengikut Samin masih ditemukan di kawasan Blora yang merupakan jantung hutan jati di P. Jawa. (http://rinangxu.wordpress.com/2006/12/07 /samin-anarchy-rebelbudaya/).
Lalu sikap dan pandangan masyarakat terhadap lingkungan juga sangat positif, mereka memanfaatkan alam (misalnya mengambil kayu) secukupnya saja dan tidak pernah mengeksploitasi. Hal ini sesuai dengan pikiran masyarakat Samin yang cukup sederhana, tidak berlebihan dan apa adanya. Tanah bagi mereka ibarat ibu sendiri, artinya tanah memberi penghidupan kepada mereka. Sebagai petani tradisional maka tanah mereka perlakukan sebaik-baiknya. Dalam pengolahan lahan (tumbuhan apa yang akan ditanam) mereka hanya berdasarkan musim saja yaitu penghujan dan kemarau. Masyarakat Samin menyadari isi dan kekayaan alam habis atau tidak tergantung pada pemakainya. Sedangkan pemukiman masyarakat Samin biasanya mengelompok dalam satu deretan rumah-rumah agar memudahkan untuk berkomunikasi. Rumah tersebut terbuat dari kayu terutama kayu jati dan juga bambu, jarang ditemui rumah berdinding batu bata. Bangunan rumah relatif luas dengan bentuk limasan, kampung atau joglo. Penataan ruangnya sangat sederhana dan masih tradisional terdiri ruang tamu yng cukup luas, kamar tidur dan dapur.  
Upacara-upacara tradisi yang ada pada masyarakat Samin antara lain nyadran (bersih desa) sekaligus menguras sumber air pada sebuah sumur tua yang banyak memberi manfaat pada masyarakat. Tradisi selamatan yang berkaitan dengan daur hidup yaitu kehamilan, kelahiran, khitanan, perkawinan dan kematian. Mereka melakukan tradisi tersebut secara sederhana. (http://nurfadli.wordpress.com/)
Sekalipun masyarakat Samin berusaha mempertahankan tradisi namun tidak urung pengaruh kemajuan zaman juga mempengaruhi mereka. Misalnya pemakaian traktor, pupuk kimiawi dalam pertanian, adanya televisi di beberapa rumah orang Samin, alat-alat rumah tangga dari plastik, aluminium, dan lain sebagainya. Namun, yang diharapkan tidak hilang terpupus zaman adalah nilai-nilai positif atau kearifan lokal yang telah ada pada masyarakat Samin tersebut, misal kejujuran dan kearifannya dalam memakai alam, semangat gotong royong dan saling menolong yang masih tinggi serta sikap toleransi yang tinggi terhadap perbedaan khusunya dalam hal agama.



2.      Kelompok Sosial

Manusia pada dasarnya dilahirkan seorang diri, namun di dalam proses kehidupan selanjutnya  manusia membutuhkan manusia lain disekelilingnya. Ini merupakan suatu pertanda bahwa manusia itu makhluk sosial yaitu makhluk yang tidak bisa hidup sendiri, tetapi makhluk yang hidup bersama karena membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Soerjono Soekanto ( 2009 ) menulis bahwa di dalam diri manusia pada dasarnya telah terdapat keinginan yaitu keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lainnya dan keinginan untuk menjadi satu dengan alam sekitarnya.
Berikut ini adalah pengertian kelompok sosial dari beberapa ahli:
a.       Paul B. Horton dan Chester L. Hunt (1999) mengartikan kelompok sosial sebagai kumpulan manusia yang memiliki kesadaran akan keanggotaannya dan saing berinteraksi.
b.      Hendro Puspito (1969) mengartikan kelompok sosial sebagai suatu kumpulan nyata, teratur, dan tetap dari individu-individu yang melaksanakan peran-perannya secara berkaitan guna mencapai tjuan bersama.
c.       Soerjono Soekanto (1990) berpendapat bahwa kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama karena adanya hubungan di antar mereka secara timbal balik dan saing mempengaruhi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kelompok sosial adalah sekumpulan manusia yang memiliki persamaan cirri dan memiliki pola interaksi yang terorganisir secara berulang-ulang, serta memiliki kesadaran bersama akan keanggotaannya. Menurut Soerjono Soekanto (1984: 50), suatu kumpulan manusia itu dapat disebut sebagai kelompok sosial apabila memenuhi persyaratan tertentu, antara lain:
a.       Setiap anggota kelompok tersebut harus sadar bahwa ia merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan.
b.      Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota lainnya dalam kelompok itu.
c.       Ada suatu faktor yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota kelompok itu, sehingga hubungan antara mereka bertambah erat seperti nasib yang sama, kepentingan yang sama dan lain sebagainya.
d.      Berstruktur, berkaidah dan  mempunyai pola perilaku.
e.       Bersistem dan berproses.
Kelompok-kelompok sosial sendiri dibagi dalam beberapa tipe. Dasar yang akan diambil sebagai satu alternatif untuk mengadakan klasifikasi kelompok-kelompok sosial tersebut adalah ukuran jumlah atau derajat  interaksi atau kepentingan-kepentingan  sosial, atau kombinasi dari ukuran-ukuran tersebut.
1.    Ingroup dan Outgroup
a.    Ingroup, adalah kelompok sosial dimana individu mengidentifikasikan dirinya.
b.    Outgroup, yaitu kelompok sosial yang oleh individu diartikan sebagai lawan   ingroupnya.
2.    Kelompok Primer dan Kelompok Sekunder
a.       Kelompok primer adalah kelompok sosial yang paling sederhana, dimana anggotanya saling mengenal serta ada kerjasama yang erat. Contohnya: keluarga, kelompok sepermainan, dan lain sebagainya.
b.      Kelompok sekunder adalah kelompok yang terdiri dari banyak orang, yang sifat hubungannya tidak berdasarkan pengenalan secara pribadi dan juga tidak langgeng. Contohnya hubungan kontrak jual beli.
3.      Paguyuban dan Patembayan
a.       Paguyuban adalah bentuk kehidupan bersama dimana anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni, bersifat alamiah dan kekal. Hubungan seperti ini dapat dijumpai dalam keluarga, kelompok kekerabatan, rukun tetangga, dan lain-lain.
Kekerabatan merupakan kelompok sosial yang anggotanya terikat karena keturunan yang sama. Haviland (1985: 103) menyebutnya dengan istilah kelompok keturunan (descent group). Sedangkan menurut Koentjaraningrat (1992: 109) menyebutnya dengan keluarga inti atau keluarga batih (nuclear family), anggotanya suami, istri, dan anak-anak yang belum menikah.
b. Patembayan adalah ikatan lahir yang bersifat pokok dan biasanya untuk jangka waktu pendek, contohnya adalah ikatan antara pedangang, organisasi dalam suatu pabrik dan lain-lain.
4.      Formal group dan Informal Group
a.    Formal Group adalah kelompok yang mempunyai peraturan tegas dan sengaja diciptakan oleh anggota-anggotanya untuk mengatur hubungan antar sesama. Contoh: organisasi.
b.    Informal Group adalah kelompok sosial yang tidak mempunyai struktur dan organisasi tertentu yang pasti. Kelompok-kelompok tersebut biasanya terbentuk Karen pertemuan yanhg berulang kali yang didasari oleh kepentingan dan pengalaman yang sama. Contoh: klik.
5.      Membership Group dan Reference Group
a.     Membership Group adalah merupakan suatu kelompok dimana setiap orang secara fisik menjadi anggota kelompok tersebut
b.    Reference Group adalah kelompok-kelompok sosial yang menjadi acuan bagi seseorang  (bukan anggota kelompok tersebut)untuk membentuk pribadi dan perilakunya
6.      Kelompok Okupasional dan Kelompok Volunter
a.       Kelompok Okupasional adalah kelompok yang muncul karena semakin memudarnya fungsi kekerabatan. Kelompok ini timbul karena anggotanya memiliki pekerjaan yang sejenis. Contoh: kelompok profesi seperti asosiasi sarjana farmasi, IDI, dan lain sebagainya.
b.      Kelompok Volenter adalah kelompok orang yang memiliki kepentingan yang sama, namun tidak mendapatkan perhatian masyarakat.

BAB III
METODE PENYELIDIKAN
A.  Lokasi Penyelidikan
Lokasi penyelidikan yang kami gunakan sebagai objek kajian yaitu pada masyarakat Samin di Desa Sumber, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Indonesia.

B.  Waktu Penyelidikan
Penyelidikan dilakukan pada hari Rabu tanggal 20 April 2011, sesuai dengan jadwal Kuliah Kerja Lapangan ( KKL ) yang dilaksanakan pada tanggal 20 dan 21 April 2011.

C.  Bentuk Penyelidikan
            Bentuk penyelidikan ini ialah kualitatif untuk memberikan gambaran terhadap suatu fenomena sosial tentang kehidupan masyarakat Samin, khususnya mengenai kelompok sosial disana.


D.  Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara-cara untuk memperoleh data yang lengkap, objektif dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya serta sesuai dengan tujuan penyelidikan. Menurut Lofland and Lofland (1984 : 47) dalam Moleong (1989 : 112) sumber data utama dalam penyelidikan kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
            Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penyelidikan ini digunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu :


1.      Wawancara
Wawancara dilakukan dengan menyiapkan daftar pertanyaan terlebih dahulu untuk memudah proses wawancara nantinya, namun dalam prakteknya daftar pertanyaan tersebut tidak mengikat jalannya wawancara. Metode wawancara dilakukan untuk menggali informasi yang selengkap-lengkapnya tentang kehidupan masyarakat Samin khususnya tentang kelompok sosial yang ada di masyarakat Samin itu sendiri. Wawancara dilakukan dalam bentuk forum.
2.      Pengamatan atau Observasi lapangan.
Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan atau observasi secara langsung di lapangan yaitu masyarakat Samin Desa Sumber, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora. Metode pengamatan dilakukan dengan mengamati kondisi sekeliling terutama tingkah laku masyarakat Samin itu sendiri dan bagunan tempat tinggal mereka serta pakaian adat yang mereka kenakan.
3.      Dokumentasi
Data bisa didapatkan dari foto-foto dan dan lain sebagainya
4.      Studi Pustaka
Untuk mendapatkan data yang lebih akurat, diman informasi yang didapatkan dari teknik pengumpulan data diatas dirasa kurang maka kami menggunakan buku, majalah atau internet yang dapat digunakan sebagai referensi.

BAB IV
PEMBAHASAN

A.    Deskripsi Desa Sumber, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora pada masyarakat Samin.

Masyarakat Samin berada dan tinggal, tersebar di beberapa daerah seperti  Jawa Tengah yaitu Kudus, Pati, Blora, Rembang, Bojonegoro bahkan sampai ke Ngawi. Namun Masyarakat Samin yang kami jadikan objek penelitian yaitu masyarakat Samin di Desa Sumber, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Sebelum membahas tentang kondisi daerah penelitian yaitu tepatnya di Desa Sumber, Kecamatan Kradenan. Kami akan membahas dan memaparkan letak geografis Kabupaten Blora, dimana Desa Sumber berada.
1.    Kabupaten Blora
a.    Letak geografis
Secara geografis Kabupaten Blora terletak di antara 111°016' - 111°338' Bujur Timur dan di antara 6°582' - 7°248' Lintang Selatan. Adapun batas-batas administrasi Kabupaten Blora:
Di sebelah Utara         : Kabupaten Rembang dan Kabupaten Pati,
Di sebelah Timur         : Kabupaten Bojonegoro (Jawa Timur),
Di sebelah Selatan       : Kabupaten Ngawi (Jawa Timur) dan,
Di sebelah Barat          : Kabupaten Grobogan
Kabupaten Blora terletak di wilayah paling ujung  disisi timur Provinsi Jawa Tengah. Jarak terjauh dari barat ke timur adalah 57 km dan jarak terjauh dari utara ke selatan 58 km.


b.    Luas wilayah, ketinggian tempat dan penggunaan tanah
Kabupaten Blora dengan luas wilayah administrasi 1820,59 km² (182058,797 ha) atau sekitar 5,5 % luas wilayah Propinsi Jawa Tengah, memiliki ketinggian 96,00-280 m diatas permukaan laut. Kabupaten Blora dengan luas wilayah 1820,59 Km², terbesar penggunaan arealnya adalah sebagai hutan yang meliputi hutan negara dan hutan rakyat, yakni 49,66 %, tanah sawah 25,38 % dan sisanya digunakan sebagai pekarangan, tegalan, waduk, perkebunan rakyat dan lain-lain yakni 24,96 % dari seluruh penggunaan lahan. Untuk jenis pengairan di Kabupaten Blora, 12 kecamatan telah memiliki saluran irigasi teknis, kecuali Kecamatan Jati, Randublatung, Kradenan, dan Kecamatan Japah yang masing-masing memiliki saluran irigasi setengah teknis dan tradisional.
           
2.    Desa Sumber
a.    Lokasi dan keadaan geografis
            Desa Sumber merupakan salah satu desa dari 13 desa yang termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora. Desa Sumber terletak sekitar 3 Km dari kantor Kecamatan, teletak di sebelah selatan kota Blora dan berjarak sekitar 40 Km serta 110 Km dari Ibukota Provinsi (Semarang). Sedulur Sikep atau lebih dikenal dengan masyarakat Samin ini tinggal di lokasi atau desa yang cukup terpencil sehingga menyebabkan desa tersebut lambat berkembang. Sejauh mata memandang di sepanjang perjalanan di kanan kiri jalan menuju Desa Sumber, yang terbentang hanyalah pepohonan jati atau kembili (Dioscorea aculeata), dan berdiri kokoh di atas tanah kapur-tandus yang sungguh tidak bersahabat dengan tanaman jenis lain. Jalan untuk menuju Desa Sumber sendiri sudah rusak, banyak aspal yang sudah berlubang sehingga sulit dilewati oleh kendaraaan besar seperti bis dan truk.
            Luas wilayah Desa Sumber seluruhnya kurang lebih 1.369,395 Ha yang terdiri dari tanah sawah ± 740 Ha (irigasi teknis ± 35 Ha, irigasi setengah teknis ±565 Ha dan tadah hujan ± 140 Ha); tanah kering ± 602.390 Ha (pekarangan atau bangunan ± 434.685 Ha, tegalan atau kebun ± 168.105 Ha) dan lain-lain (sungai, jalan, kuburan) ± 26. 465 Ha.
Secara geografis Desa Sumber dibatasi oleh:
Sebelah Utara              : berbatasan dengan Desa Peting, Kecamatan Randublatung
Sebelah Timur             : berbatasan dengan Desa Watu, Kecamatan Kedungtuban
Sebelah Selatan           : berbatasan dengan Desa Menden, Kecamatan Kradenan
Sebelah Barat              :berbatasan dengan Desa Sumbereja, Kecamatan Randublatung
            Desa Sumber terdiri dari 62 wilayah Rukun Tetangga (RT), 13 wilayah Rukun Warga (RW) dan 13 wilayah pedusunan. Dan kelompok sikep yang tinggal di Desa Sumber ini ada 102 orang, dimana terdapat 28 Kepala Keluarga.

b.    Lingkungan dan pemukiman
            Desa Sumber merupakan suatu komunitas, termasuk kelompok sosial. Dalam komunitas itu tampaknya ada hubungan antara individu-individu yang dibatasi oleh wilayah atau territorial tertentu, yang memanfaatkan sumber alam yang ada dengan cara-cara yang dilakukan menurut kebudayaan yang berlaku dalam komunitas itu (Murdock, 1965: 81).
            Desa Sumber merupakan desa pedalaman dengan tanah pertanian di sepanjang jalan yang terdiri dari sub-sub desa (pedukuhan). Lingkungan Desa Sumber berupa tanah pertanian (sawah) dan sebagian kecil area hutan, sungai dan jalan-jalan. Jalan-jalan desa merupakan sarana transportasi yang melancarkan hubungan dengan desa-desa yang ada di sekitarnya dan bahkan dengan desa-desa dan daerah di luar wilayah Kabupaten Blora. Desa Sumber dan warganya telah memiliki sarana transportasi yang cukup untuk menghantar penduduknya pergi ke luar desa. Pemukiman penduduk di Desa Sumber bersifat mengelompok. Pola pemukiman mengelompok ini ditandai oleh tempat tinggal penduduk yang saling berdekatan. Dengan pemukiman yang mengelompok ini diharapkan mereka dapat bergaul lebih dekat dan akrab, sehingga apabila sewktu-waktu membutuhkan bantuan akan lebih mudah. Pemukiman masyarakat Samin sangat sederhana, namun terlihat sangat rapi, rumah-rumah warga sebagian besar menghadap ke jalan-jalan dusun yang berderet- deret.  Adapun tipe rumah bervariasi, ada tipe joglo, limasan, dan lain sebagainya. Dinding rumah terbuat dari papan kayu jati dan atau anyaman bambu, atapnya menggunakan genting atau rumbai serta sebagian besar rumah penduduk berlantai tanah.


B.     Deskripsi kelompok sosial di masyarakat Samin Desa Sumber, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora.

Masyarkat Samin merupakan kelompok sosial atau komunitas kecil yang ada di Desa Sumber. Dalam kelompok sosial ini, masyarakat Samin hidup dengan rasa solidaritas yang tinggi. Wujud solidaritas dalam satu kelompok masyarakat Samin ialah saling bergotong royong membantu sama lain, yang dilandasi oleh rasa kewajiban moral. Aktivitas gotong royong pada masyarakat Samin di Desa Sumber dilakukan dalam berbagai bidang kehidupan, baik kehidupan perseorangan maupun dalam bidang kehidupan sosial. Dalam kehidupan perseorangan, misalnya apabila salah seorang warga desa mempunyai hajat seperti mendirikan bangunan rumah, mengolah tanah pertanian dilakukan dengan gotong royong. Masyarakat Samin di desa Sumber biasa menyebut kegiatan gotong royong ini dengan istilah sambatan, sama seperti pada masyarakat jawa pada umumnya. Aktivitas sosial masyarakat Samin di Desa Sumber, Kecamatan Kradenan, Blora didukung oleh adanya saling mengenal yang sangat intens diantara satu sama lain dalam satu kelompok sosial.
Adapun kelompok- kelompok sosial yang ada di Masyarakat Samin, Desa Sumber antara lain adalah sebagai berikut:

1.      Kelompok Primer ( keluarga )
Kelompok primer di sini ialah keluarga. Dalam masyarakat Samin yang mengikat aktivitas bersama adalah keluarga batih atau keluarga inti (nuclear family). Bagi orang Samin keluarga batih atau keluarga inti yang ideal itu adalah keluarga batih yang tinggal dalam satu rumah. Artinya dalam satu rumah itu hanya dihuni oleh satu keluarga batih yakni suami, istri, dan anak-anaknya yang belum menikah. Namun kenyataannya seperti yang ditemui di daerah penyelidikan berdasarkan wawancara dengan narasumber tidaklah demikian. Rata- rata dalam satu rumah itu dihuni oleh lebih dari satu keluarga batih, atau anggota kerabat yang lain, misalnya keponakan, orang tua dan pihak suami maupun dari pihak istri. Inilah yang kemudian disebut sebagai rumah tangga. Rumah tangga inilah dalam masyarakat Samin berperan sebagai pengikat aktivitas-aktivitas hidup yang dilakukan oleh seseorang.
Pada masyarakat Samin keluarga batih baru, yang tinggal bersama dalam satu rumah dengan orang tua, belum dapat disebut rumah tangga, walaupun ia makan dari dapur sendiri. Masayarakat Samin akan mengakui syah keluarga batih baru itu menjadi keluarga (rumah tangga) apabila ia telah memiliki pintu masuk untuk memerima tamu sendiri atau dengan kata lain telah memliki rumah sendiri dan tidak tinggal lagi bersama dengan orang tua.
2.      Kelompok Kekerabatan
Di lingkungan masyarakat Samin, kebanyakan kerabat itu tinggal berdekatan dalam satu dusun sehingga sekaligus sebagai tetangga. Akan tetapi ada pula kerabat yang tinggal berlainan dusun, lain desa, bahkan lain kecamatan. Anggota dari kelompok kekerabatan ini akan berkumpul apabila sesorang memulai aktivitas-aktivitas, misalnya mengadakan hajat dan lain sebagainya. Di samping itu aktivitas kehidupan masyarakat Samin juga diikat oleh perasaan sepaham. Perasaan persamaan paham ini diucapkan dengan sebutan sedulur. Kelompok kekerabatan atau kelompok keturunan lain yang dikenal masyarakat Samin adalah kelompok kekerabatan yang lebih luas daripada keluarga batih. Kelompok kekerabatan ini disebut isih kulit. Isih kulit terjadi karena hubungan genealogis dan juga karena ikatan perkawinan. Disini hubungan kekerabatan diperhitungkan menurut garis ayah maupun garis ibu. Jadi dapat diketahui bahwa sistem kekerabatan masyarakat Samin bersifat bilateral (bilateral descent), yang menghitung hubungan kekerabatan melalui garis keturunan laki- laki maupun garis keturunan perempuan. Adapun istilah- istilah yang digunakan oleh masyarakat Samin untuk menyebut angggota kekerabatan antara lain pak wa/pak dhe, mbok wa/ mbok dhe, pak lik, mbah, buyut dan lain sebagainya.
Bagi masyarakat Samin pergaulan antarkerabat dianggap hal yang penting. Dan dalam kesehariannya, masyarakat Samin mempunyai kebiasaan menjaga hubungan kekerabatannya dengan cara menyebut dan menyapa kepada anggota kekerabatannya.
3.      Hubungan intern dan ekstern masyarakat Samin
Berbicara tentang hubungan manusia dengan manusia berarti membicarakan tentang kehidupan bersama antara dua orang atau lebih, ini bisa meliputi kehidupan dalam lingkup keluarga, hubungan antar tetangga, hubungan antar masyarakat (hubungan bermasyarakat) dalam suatu batasan Negara. Hubungan yang terjalin antar manusia memungkinkan orang untuk hidup berdampingan dan mengenal karakter serta adat istiadat masyarakat lain. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa masyarakat merupakan kelompok sosial yang mengadakan hubungnan sosial antara satu dengan lainnya. Untuk mengatur hubungan tersebut biasanya terdapat wadah-wadah yang berupa organisasi sosial kemasyarakatan. Organisasi sosial kemasyarakatan ini merupakan sarana pergaulan sehari-hari maupun untuk mencapai suatu tujuan tertentu bersama-sama.
            Dalam masyarakat Samin di daerah penyelidikan yaitu di Desa Sumber, Kradenan, Blora hubungan antar manusia ini dapat dibagi dalam dua macam, yaitu hubungan intern antar penganut Samin dan hubungan masyarakat Samin dengan masyarakat luar (ekstern). Hubungan intern antar masyarakat Samin sendiri menyangkut warga dalam komunitas yang mengelompok dan antara warga Samin yang tinggal tersebar di berbagai daerah. Dan hubungan antar warga Samin sendiri terjalin sangat akrab dan intens. Mereka memiliki rasa kepeduliaan yang sangat tinggi terhadap sesama warga Samin. Apabila ada di antara keluarga Samin mempunyai hajat seperti pernikahan maka semua keluarga Samin akan saling memberitahu dan datang ke tempat keluarga yang mempunyai hajat. Oleh karena itu mereka sering mengadakan kunjungan ke daerah- daerah lain sesama warga Samin. Sifat kegotongroyongan dan perasaan saling memiliki akan tampak menonjol pada saat-saat seperti itu.
            Hubungan antara warga Samin dengan masyarakat luar juga terjalin dengan baik, tetap guyub, dan rukun. Mereka dapat mengikuti adat dan tradisi masyarakat di sekitarnya walaupun tidak berperan secara aktif. Masyarakat Samin dapat mengikuti semua kegiatan yang terjadi di sekitar wilayah pemukiman mereka yang melibatkan seluruh warga kampung seperti kerja bakti pembangunan masjid, hajatan yang diadakan oleh masyarakat umum, dan kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan.
            Kebiasaan masyarakat Samin yang hingga sekarang masih menonjol adalah kegotongroyongan. Bagi masyarakat Samin gotong royng merupakan dasar pergaulan hidup mereka, apalagi di kalangan kekerabatan.

BAB V
PENUTUP

A.  Kesimpulan

            Masyarakat Samin atau biasa dipanggil sedulur Sikep/ Wong Samin tinggal di Desa Sumber, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Wong Samin tidak hanya tinggal di Blora saja, namun juga tersebar di daerah lain di khususnya di Jawa Tengah seperti Kudus, Pati, Blora, Rembang, Bojonegoro, bahkan sampai ke Ngawi. Keadaan geografis Desa Sumber sendiri masih sangat terpencil dari hiruk pikuk kota sehingga menyebabkan desa tersebut lambat berkembang. Untuk menuju desa Sumber juga memerlukan kerja fisik yang siap, dimana jalan yang harus dilewati sudah rusak dan belum beraspal.
            Kelompok Sikep yang ada di desa Sumber ini ada 102 orang yang terdiri dari 28 Kepala Keluarga. Dimana dalam masyarakat samin memiliki beberapa bentuk kelompok sosial diantaranya:
1.      Kelompok primer (keluarga)
      Dalam masyarakat Samin yang mengikat aktivitas bersama adalah keluarga batih atau keluarga inti (nuclear family). Bagi orang Samin keluarga batih atau keluarga inti yang ideal itu adalah keluarga yang dalam satu rumah itu hanya dihuni oleh satu keluarga batih yakni suami, istri, dan anak-anaknya yang belum menikah. Namun kenyataannya seperti yang ditemui di daerah penyelidikan berdasarkan wawancara dengan narasumber tidaklah demikian.
2.      Kelompok kekerabatan
            Anggota dari kelompok kekerabatan ini akan berkumpul apabila sesorang memulai aktivitas-aktivitas, misalnya mengadakan hajat dan lain sebagainya. Kelompok kekerabatan atau kelompok keturunan lain yang dikenal masyarakat Samin adalah kelompok kekerabatan yang lebih luas daripada keluarga batih. Kelompok kekerabatan ini disebut isih kulit. Isih kulit terjadi karena hubungan genealogis dan juga karena ikatan perkawinan.
3.      Hubungan intern dan ekstern masyarakat Samin
      Dalam masyarakat Samin di daerah penyelidikan yaitu di Desa Sumber, Kradenan, Blora hubungan antar manusia ini dapat dibagi dalam dua macam, yaitu hubungan intern antar penganut Samin dan hubungan masyarakat Samin dengan masyarakat luar (ekstern). Hubungan intern antar masyarakat Samin sendiri menyangkut warga dalam komunitas yang mengelompok dan antara warga Samin yang tinggal tersebar di berbagai daerah. Hubungan antar warga Samin terjalin sangat akrab dan intens begitu juga hubungan dengan masyarakat luar yang guyub serta rukun saling gotong royong, saling membantu.


B.  Saran
            Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat diusulkan beberapa saran untuk perbaikan penelitian selanjutnya:
1.    Untuk mendapatkan hasil penelitian berupa data di lapangan yang baik dan akurat maka penelitian selanjutnya harus dilakukan secara mendalam baik menggunakan teknik wawancara kepada yang bersangkutan atau narasumber tetapi juga dengan melakukan observasi (pengamatan langsung). Observasi disini tidak sekedar mengamati namun pengamatan yang nantinya dapat digunakan untuk menjawab rumusan masalah di dalam makalah ini.
2.    Dalam penyusunan sebuah makalah berupa laporan sebagai salah satu aktivitas dan tugas setelah melakukan kegiatan Kuliah Kerja Lapangan, menuntut adanya keseriusan, ketelitian, serta keuletan dari mahasiswa agar tercapai hasil yang maksimal seperti apa yang diharapkan dan laporan yang disusun dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, untuk itu perbanyak referensi buku yang berkaitan dengan topik makalah.
3.    Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, pembuatan laporan haruslah diselesaikan secepat mungkin atau dalam waktu yang relatif singkat dan jangan menunda/ mengulur-ngulur waktu pengerjaan laporan tersebut, karena nantinya laporan ini akan dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Dosen Pembimbing untuk mendapatkan perbaikan.


DAFTAR PUSTAKA


Lauer, Robert H. 1989. Perspekif tentang perubahan sosial. Jakarta : Bina Aksara

Lexy J Moleong. 1998. Metode Penelitian Kualitatif. Cetakan ke-9. Bandung : Rosda Karya.

Mumfangati, Titi, dkk. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin, Kabupaten Blora,           Provinsi Jawa Tengah. Yogyakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.

Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.

Taneko, Soleman B. 1984. Struktur dan Proses Sosial. Jakarta: CV. Rajawali.

Wahono, dkk. 2002. Mempertahankan Nilai dari Gesekan Zaman di Kabupaten Kudus dan Pati, Jawa Tengah. Jakarta : FPPM.hlm 117.


http://nurfadli.wordpress.com/ diakses pada tanggal 7 Mei 2011, 10.03 WIB

http://pemkabblora.com diakses pada tanggal 11 Mei 2011, 17.33 WIB

http://toyamaips2.blogspot.com diakses pada tanggal 11 Mei 2011, 17.00 WIB







Tidak ada komentar:

Posting Komentar