Minggu, 08 Januari 2012

Teori Bunuh Diri (Suicide)

Durkheim memilih studi bunuh diri karena persoalan ini relatif  merupakan fenomena konkrit dan spesifik, di mana tersedia data yang bagus cara komparatif. Akan tetapi, alasan utama Durkheim untuk melakukan studi bunuh diri ini adalah untuk menunjukkan kekuatan disiplin Sosiologi. Dia melakukan penelitian tentang angka bunuh diri di beberapa negara di Eropa. Secara statistik hasil dari data-data yang dikumpulkannya menunjukkan kesimpulan bahwa gejala-gejala psikologis sebenarnya tidak berpengaruh terhadap kecenderungan untuk melakukan bunuh diri. Menurut Durkheim peristiwa-peristiwa bunuh diri sebenarnya merupakan kenyataan-kenyataan sosial tersendiri yang karena itu dapat dijadikan sarana penelitian dengan menghubungkannya terhadap sturktur sosial dan derajat integrasi sosial dari suatu kehidupan masyarakat.
Durkheim memusatkan perhatiannya pada 3 macam kesatuan sosial yang pokok dalam masyarakat:
  1. Bunuh Diri dalam Kesatuan Agama
Dari data yang dikumpulan Durkheim menunjukkan bahwa angka bunuh diri lebih besar di negara-negara protestan dibandingkan dengan penganut agama Katolik dan lainnya. Penyebabnya terletak di dalam perbedaan kebebasan yang diberikan oleh masing-masing agama tersebut kepada para penganutnya.
  1. Bunuh Diri dalam Kesatuan Keluarga
Dari penelitian Durkheim disimpulkan bahwa semakin kecil jumlah anggota dari suatu keluarga, maka akan semakin kecil pula keinginan untuk hidup. Kesatuan sosial yang semakin besar, mengikat orang pada kegiatan-kegiatan sosial di antara anggota-anggota kesatuan tersebut.
  1. Bunuh Diri dalam Kesatuan Politik
Dari data yang dikumpulkan, Durkheim menyimpulkan bahwa di dalam situasi perang, golongan militer lebih terintegrasi dengan baik, dibandingkan dalam keadaan damai. Sebaliknya dengan masyarakat sipil. Kemudian data tahun 1829-1848 disimpulkan bahwa angka bunuh diri ternyata lebih kecil pada masa revolusi atau pergolakan politik, dibandingkan dengan dalam masa tidak terjadi pergolakan politik.
Durkheim juga membagi tipe bunuh diri ke dalam 4 macam:
  1. Bunuh Diri Egoistis
Tingginya angka bunuh diri egoistis dapat ditemukan dalam masyarakat atau kelompok di mana individu tidak berinteraksi dengan baik dalam unit sosial yang luas. Lemahnya integrasi ini  melahirkan perasaan bahwa individu bukan bagian dari masyarakat, dan masyarakat bukan pula bagian dari individu. Lemahnya integrasi sosial melahirkan arus sosial yang khas, dan arus tersebut melahirkan perbedaan angka bunuh diri. Misalnya pada masyarakat yang disintegrasi akan melahirkan arus depresi dan kekecewaan. Kekecewaan yang melahirkan situasi politik didominasi oleh perasaan kesia-siaan, moralitas dilihat sebagai pilihan individu, dan pandangan hidup masyarakat luas menekan ketidakbermaknaan hidup, begitu sebaliknya. Durkheim menyatakan bahwa ada faktor paksaan sosial dalam diri individu untuk melakukan bunuh diri, di mana individu menganggap bunuh diri adalah jalan lepas dari paksaan sosial.
  1. Bunuh Diri Altruistis
Bunuh diri yang terjadi akibat dari integrasi sosial yang sangat kuat dan kokoh di dalam masyarakat, secara harfiah dapat dikatakan individu secara sukarela melakukan bunuh diri. Tingkat integrasi yang kuat itu menekan individualitas ke suatu titik dimana individu dipandang tidak penting lagi dalam kedudukannya sebagai individu. Sehingga individu tertempatkan pada sisi untuk tunduk sepenuhnya kepada tuntutan kelompok .Jika tingkat solidaritas itu cukup tinggi, individu mingkin bisa sebaliknya. Ia merasa puas dan bersedia mengorbankan diri untuk kebaikan kelompok yang lebih besar. Salah satu contohnya adalah bunuh diri massal dari pengikut pendeta Jim Jones di Jonestown, Guyana pada tahun 1978. Contoh lain bunuh diri di Jepang (Harakiri). Bunuh diri ini makin banyak terjadi jika makin banyak harapan yang tersedia, karena dia bergantung pada keyakinan akan adanya sesuatu yang indah setelah hidup di dunia. Ketika integrasi mengendur seorang akan melakukan bunuh diri karena tidak ada lagi kebaikan yang dapat dipakai untuk meneruskan kehidupannya, begitu sebaliknya. Contoh lain bunuh diri pada kasus ini adalah bunuh diri seorang istri akan kematian suaminya, bunuh diri seorang pelayan pada kematian tuannya atau seorang prajurit pada kematian pemimpinnya dan bunuh diri seorang teroris.
Menurut Durkheim, ada perbedaan mendasar diantara di antara bunuh diri altruistik dengan bunuh diri egoistik. Pada tipe bunuh diri egoistik seseorang merasakan keperihan yang tak terobati dan tekanan batin yang luar biasa. Bunuh diri, dalam hal ini merupakan upaya melepaskan diri dari semua tekanan tersebut, lantaran sang pelaku tak mampu menemukan tempat untuk meringankan bebannya ini. Namun pada tipe altruistik, bunuh diri berasal dari harapan, kepercayaan bahwa ada sesuatu yang indah di balik kehidupan ini. Bunuh diri ini bahkan dilakukan dengan antusias dan dengan keyakinan akan mendapat kepuasan yang meluap-luap. Bunuh diri ini dilakukan dengan suatu semangat yang luar biasa.
  1. Bunuh Diri Anomi
Bunuh diri ini terjadi ketika kekuatan regulasi masyarakat terganggu atau rendah. Gangguan tersebut mungkin akan membuat individu merasa tidak puas karena lemahnya kontrol terhadap nafsu mereka, yang akan bebas berkeliaran dalam ras yang tidak pernah puas terhadap kesenangan. Bunuh diri ini terjadi ketika menempatkan orang dalam situasi norma lama tidak berlaku lagi sementara norma baru belum dikembangkan (tidak ada pegangan hidup). Contoh: bunuh diri dalam situasi depresi ekonomi seperti pabrik yang tutup sehingga para tenaga kerjanya kehilangan pekerjangan, dan mereka lepas dari pengaruh regulatif yang selama ini mereka rasakan. Contoh lainnya seperti booming ekonomi yaitu bahwa kesuksesan yang tiba-tiba individu menjauh dari struktur tradisional tempat mereka sebelumnya melekatkan diri.
Bunuh diri semacam ini biasa terjadi dalam masyarakat modern. Kebutuhan seorang individu dan pemenuhannya diatur oleh masyarakat. Kepercayaan dan praktek-praktek yang dipelajari individu membentuk dirinya dalam kesadaran kolektif. Jika pengaturan terhadap individu ini melemah, maka kondisi bunuh diri memuncak. Fakta menunjukkan bahwa krisis ekonomi membangkitkan kecenderungan bunuh diri dan sebaliknya, keadaan kemakmuran yang datangnya lebih cepat juga mempengaruhi kejiwaan anggota masyarakat.
  1. Bunuh Diri Fatalistis
Bunuh diri ini terjadi ketika regulasi meningkat atau nilai dan norma yang berlaku di masyarakat meningkat, sehingga menyebabkan individu ataupun kelompok tertekan oleh nilai dan norma tersebut. Durkheim menggambarkan seseorang yang mau melakukan bunuh diri ini seperti seseorang yang masa depannya telah tertutup dan nafsu yang tertahan oleh disiplin yang menindas. Contoh: perbudakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar