Senin, 09 Januari 2012

Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Indonesia

Sejarah telah mengajarkan kita, bahwa pancasila yang memungkinkan kita dapat berdiri kokoh dan bersatu sebagai bangsa yang memiliki kepribadian sendiri diantara bangsa-bangsa di dunia. Dan kita juga menyakini bahwa hanya dengan pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara, kita dapat mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur, suatu masyarakat dan negara yang memberikan kesejahteraan lahiriah dan kebahagiaan batiniah bagi setiap warganya. Dengan Pancasila diterima sebagai asas tunggal oleh semua organisasi kemasyarakatan dan organisasi politik serta dengan pembangunan sebagai pengalaman pancasila, kita yakin bahwa cita-cita bangsa Indonesia akan tercapai. Di setiap butir Pancasila sendiri terdapat nilai-nilai kepribadian dan jatidiri bangsa, dimana tidak ditemukan pada ideologi-ideologi lain sehingga menjadi filsafat (pandangan hidup) yang diyakini sebagai sumber nilai atas kebenaran, kebaikan, keadilan, dan kebijaksanaan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Mekipun pancasila dengan sosialis memiliki kesamaan, namun banyak aspek yang membedakan keduanya. Pancasila merupakan satu-satunya ideologi yang cocok diterapkan di negara kita untuk menampung perbedaan, dan segala keunikan yang ada demi terwujudnya Indonesia yang damai dan maju yang mampu mensejahterakan rakyatnya. Sehingga pancasila memiliki perbedaan dengan sosialis.
RUMUSAN MASALAH
Apa itu ideologi pancasila dan bagaimana ajarannya ?
Apa yang dimaksud dengan sosialis dan apa perbedaannya dengan pancasila ?
Betulkah pancasila itu sosialis ?
PEMBAHASAN
Pancasila adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa sansekerta yang berarti lima batu karang atau lima prinsip moral. Pancasila adalah refleksi kontemplatif dari warisan sosio-historis Indonesia yang kemudian dirumuskan oleh sukarno. Pancasila selalu bergerak seiring dengan pergerakan kebudayaan dan generasi bangsa. Sebab pancasila adalah kristalisasi kebudayaan bangsa Indonesia yang mono-pluralis, berbeda-beda tetapi tetap satu: Indonesia[1].
·         Ajaran Pancasila
Pancasila telah mampu menjadi ideologi alternatif di tengah pertarungan antara Kapitalisme dan Sosialisme[2]. Pancasila ini merupakan ideologi yang bersifat universal dan merupakan butir-butir ajaran yang perlu dijadikan rujukan pembentukan sikap dasar atau akhlak yang mengajarkan manusia untuk mengimani Tuhan, pencipta alam raya beserta isinya. Pancasila juga mengajarkan penghargaan atas manusia sebagai pribadi. Manusia dihormati karena kodratnya sebagai manusia.
Manusia adalah makhluk yang berbudaya, Padanya terdapat budi yang luhur, yang bersedia memperlakukan orang lain dengan kasih sayang. Pancasila, yang terdiri atas lima sila itu jelas menghormati HAM, yakni dari kebebasan beragama dan beribadah, kemanusiaan yang adil dan beradab, persaudaraan sesama bangsa, demokrasi dengan musyawarah dalam pengambilan keputusan, meski mungkin harus dengan pemungutan suara, karena tidak tercapainya mufakat, dan akhirnya keadilan sosial. Pancasila mengajarkan cinta bangsa dan tanah air. Namun, hal itu diimbangi dengan cinta sesama manusia. Jadi, cinta bangsa dan tanah air itu ada dalam kerangka keluarga besar umat manusia.
Maka, benarlah kata orang bahwa human kind is one (kemanusiaan itu satu). Dalam usaha meningkatkan keadilan sosial, Pancasila bukan saja memperbolehkan, tetapi malahan mendorong, individu berperan secara proaktif dalam proses produksi. Maka, banyak perusahaan yang dimiliki oleh individu didirikan. Pancasila tidak hanya mengajarkan kebahagiaan material, tetapi juga batin. Jadi, memburu mutu kehidupan yang berimbang: kebahagiaan dan ketenteraman lahir batin[3].
Permasalahannya sekarang ini, Pancasila yang luhur itu selama berada di bumi pertiwi sering sekali mengalami nasib bagaikan mahkota emas bertatahkan intan, berlian dan permata mulia tetapi dipakai oleh babi-babi yang tidak berbudaya, atau monyet yang tak mengerti nilai. Manusia yang tak tahu nilai, ibarat makhluk yang sudah kehilangan sifat insani kemanusiaannya ( lir jalma kang wus koncatan sipat kamanungsane ).
a)      Sosialis
  • Istilah Sosialisme
Istilah Sosialisme atau Sosialis dapat mengacu ke beberapa hal yang berhubungan dengan ideologi atau kelompok Ideologi, sistem ekonomi dan negara. Istilah ini mulai digunakan sejak awal abad ke-19. Dalam Bahasa Inggris Istilah ini digunakan pertama kali untuk menyebut pengikut Robert Owen pada tahun 1927. Di Perancis istilah ini mengacu pada para pengikut doktrin Saint-Simon pada tahun 1832 yang dipopulerkan oleh Pierre Leroux dan J. Regnaud dalam I’Encyclopedie Nouville. Penggunaan Istilah Sosialisme sering digunakan dalam berbagai konteks yang berbeda-beda oleh berbagai kelompok, tetapi hampir semua sepakat bahwa istilah sosialisme ini berawal dari pergolakan kaum buruh industri dan buruh tani pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20 berdasarkan prinsip solidaritas dan memperjuangkan masyarakat egalitarian yang dengan sistem ekonomi menurut mereka dapat melayani masyarakat banyak daripada hanya segelintir elite[4].
Sosialisme merupakan suatu paham yang digunakan untuk memikirkan bagaimana cara yang tepat untuk mencukupi keperluan rakyat agar dapat hidup layak. Sosialisme ini mendukung suatu sistem ekonomi yang mengarah pada kesejahteraan umum. Namun  sosialisme tidak mampu mewujudkan kesejahteraan sosial tersebut atas dasar kesamaan derajat dan kemanusiaan. Karena, paham sosialisme bertujuan untuk membentuk kemakmuran bersama melalui usaha kolektif yang produktif di bawah kendali dan campur tangan pemerintah. Dengan demikian, dalam paham sosialisme kebebasan dan hak individu dibatasi bahkan tidak ada dan mengutamakan pemerataan kesejahteraan bersama. Paham sosialisme ini muncul sebagai reaksi terhadap kehidupan sosial kemasyarakatan yang ditandai dengan pertentangan dan ketimpangan kelas-kelas sosial yang ada pada negara feodal. Pemikiran terhadap paham sosialisme ini berkembang di beberapa negara Eropa.
Paham sosialis menentang kebebasan individu. Kepentingan individu ditenggelamkan da hak kolektif dimunculkan secara berlebih-lebihan. Malahan dalam hal ini individu tidak dianggap penting sebab penghargaan terhadap individu tidak penting dan selalu dengan mudah dapat dikorbankan demi kepentingan kolektif. Hak azasi disini juga dianggap tidak penting dan tidak ada artinya. Hak itu disingkirkan demi kolektivitas. Kemudian kolektivitas itu dijelmakan dalam bentuk Negara. Negaralah yang menentukan mana kepentingan kolektif atau kepentingan umum dan mana yang termasuk kepentingan perseorangan atau individu[5].     Hal tersebut berbeda sekali di Indonesia dengan ideologi pancasilanya, dimana disini hak azasi seseorang sangat dijunjung tinggi dan dihargai seperti yang tertuang di dalam UUD 1945. Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan. Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa. Dengan adanya prinsip menjunjung tinggi hak kemerdekaan itu, dengan sendirinya jika dalam masyarakat ada kelompok ras, tidak boleh lalu bersifat eksklusif atau menyendiri satu sama lain[6].
Sistem ekonomi Sosialis menghilangkan pemilikan individu dan kebebasannya dan menganggap semua kekayaan itu sebagai perisai pemerintahan. Prinsip ini sangat diagung-agungkan oleh masyarakat sebagai perwakilan dari negara. Individu dalam sistem ini tidak berhak memiliki tanah, pabrik pekarangan atau yang lainnya dari sarana produksi, tetapi ia wajib bekerja sebagai karyawan pemerintah sebagai pemilik segala sumber produksi dan yang berhak mengoperasikannya. Pemerintah juga melarang seseorang untuk memiliki modal harta meskipun melalui prosedur yang halal. Karena dalam sosialis, manusia pada dasarnya hanya sebagai makhluk sosial, manusia sekumpulan relasi sehingga yang mutlak adalah komunitas dan bukan individualistis[7]. Sistem ekonominya diatur secara sentralistis yang berarti bahwa pengaturan dan penguasaan ekonomi diatur oleh pusat. Semuanya diatur oleh negara. Ekonomi adalah ekonomi negara. Negara mengambil alih semua kekuasaan dan pengaturan ekonomi. Kalau kemudian ada pula kegiatan ekonomi diberikan kepada usaha swasta, ia sangat terbatas[8]. Sedangkan dalam pancasila kita mengetahui bahwa dia menghargai hak milik pribadi, karena itu termasuk konsekuensi fitrah dan termasuk bagian dari kebebasan (kemerdekaan). Bahkan termasuk sifat dasar kemanusiaan, karena hak milik pribadi itu merupakan motivasi yang paling kuat untuk merangsang produktivitas dan meningkatkannya. Hak milik pribadi ditempatkkan secara proporsional. Tetapi hak milik pribadi dipergunakan sepanjang tidak bertentangan dengan kesejahteraan sosial. Pancasila tidak membedakan antara sarana produksi dan yang lainnya, tidak pula membedakan antara pemilikan besar atau kecil, selama ia memperolehnya dengan cara yang sah. Di dalam pasal 33, menyiratkan adanya penguasaan ekonomi oleh negara, tetapi bukan berarti ekonomi bersifat etatisme, hanya cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak yang dikuasai negara sehingga milik pribadi dan hak atas usaha pribadi diakui sepanjang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial berdasarkan azas kekeluargaan[9]. Kebebasan mengeluarkan pendapat, berserikat, berkumpul juga dihormati dalam alam pancasila, namun kebebasan tersebut bukanlah tanpa tanggung jawab. Kebebasan perlu dikembangkan untuk melahirkan kreativitas yang diperlukan dalam pembangunan tetapi bukan kebebasan untuk kebebasan melainkan kebebasan yang disertai dengan tanggung jawab nasional, yaitu untuk memelihara persatuan dan kesatuan bangsa serta untuk mewujudkan cita- cita bangsa[10].
Paham Sosialis selalu diliputi oleh tekanan politik, dan teror pemikiran serta berbagai pelarangan terhadap kebebasan. Mereka menyembunyikan aspirasi kelompok-kelompok yang menentang sistem dan menuduh setiap kelompok oposisi sebagai sikap primitif, kontra revolusi, pengkhianat atau dengan tuduhan yang lainnya. Adapun Pancasila itu tegak di atas dasar musyawarah, sangat menghargai baik peran individu yang sangat diperlukannya untuk mengembangkan potensinya, tetapi juga memberikan kekuasaan kepada masyarakat dan negara untuk mengatur dan mengkontrol hubungan sosio-ekonomi untuk menjaga dan memelihara keharmonisan kehidupan manusia.
Agama menurut paham Sosialis, tidaklah berbeda jauh dengan apa yang ada didalam Pancasila, dimana keagamaan adalah masalah perseorangan. Memeluk agama adalah hak individu dan tidak dapat dipaksakan, baik dengan paksaan untuk meninggalkannya maupun dengan paksaan untuk mengadakan pilihan tertentu[11]. Hampir sama dalam masyarakat Indonesia berdasarkan Pancasila yang mengandung Sila Ketuhanan Yang Maha Esa maka taqwa kepada Tuhan menurut agama dan kepercayaan masing-masing adalah mutlak, pancasila juga menjamin kebebasan beragama. Kebebasan beragama merupakan salah satu hak yang paling azasi diantara hak-hak azasi manusia, karena kebebasan beragama itu langsung bersumber kepada martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan[12]. “ Setiap agama bersifat universal, artinya ajaran-ajarannya berlaku di sembarang tempat dan sembarang waktu, tidak mengenal perbedaan warna kulit, tidak mengenal perbedaan-perbedaan lain yang bersifat duniawi. Oleh karena itu, pemerintah juga tidak akan menghalang-halangi hubungan keagamaan antar warga negaranya dengan bangsa-bangsa lain atau pusat-pusat keagamaan dalam rangka kemajuan agama itu. Sebaliknya pemerintah wajib mengambil langkah-langkah agar pelaksanaan hubungan itu tetap mematuhi ketentuan hukum dan segala peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku, oleh karena kita ber-pemerintahan nasional, yang mempunyai tugas untuk memelihara ketertiban hidup bermasyarakat dan bernegara”[13]. Dengan pelaksanaan kehidupan beragama diharapkan dapat membawa persatuan dan kesatuan seluruh rakyat Indonesia, dapat mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, dapat menyehatkan pertumbuhan demokrasi, yang kesemuanya itu akan membawa seluruh rakyat Indonesia menuju terwujudnya keadilan dan kemakmuran serta kebahagiaan lahir dan batin.
Dalam hal keagamaan sosialis dan Pancasila memang hampir sama (memiliki kesamaan ) yaitu adanya kebebasan memeluk agama atau kepercayaan masing masing, namun di alam Pancasila merupakan kemutlakan dan setiap warga nagara wajib memiliki agama serta tidak diperkenankannya atheisme untuk tumbuh dan berkembang di Indonesia, sedangkan sosialis masih memperbolehkan seorang warganya untuk tidak memiliki agama (atheis).
            Menurut kami, pancasila itu tidak sosialis karena seperti yang telah disebutkan dan dijelaskan diatas bahwa didalam pancasila terdapat nilai-nilai kebebasan, berbeda dengan sosialis, dimana selalu ada tekanan-tekanan dari pemerintah, sehingga rakyat kurang bisa berperan atau berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara. Nilai-nilai pancasila timbul dari bangsa Indonesia sendiri, dimana nilai-nilai tersebut sebagai hasil pemikiran, penilaian, dan refleksi filosofis bangsa Indonesia. Jika dihadapkan dan disejajarkan dengan ideologi lainnya, maka tampak perbedaan pancasila dengan ideologi lainnya. Perbedaan yang mendasar adalah ideologi lain itu lahir dari pemikiran orang per orang atau hasil filsafat seseorang, sedangkan pancasila lahir sebagai refleksi filosofis bangsa Indonesia terhadap kehidupan sosio-kultural dan religius masyarakat Indonesia[14].
KESIMPULAN
            Pancasila sebagai ideologi negara berisikan ajaran mengenai Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakian dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai-nilai itu berpangkal dari alam pikiran budaya Indonesia dan terkait dengan perjuangan bangsa ( Pranarka, 1985 ). Pancasila sebagai ideologi berarti suatu pemikiran yang memuat pandangan dasar dan cita-cita mengenai sejarah manusia, masyarakat dan negara Indonesia yang bersumber dari kebudayaaan Indonesia, oleh karena itu pancasila dalam pengertian ideologi ini sama artinya dengan pandangan hidup bangsa atau biasa disebut falsafah hidup bangsa. Sosialisme sendiri merupakan suatu paham yang digunakan untuk memikirkan bagaimana cara yang tepat untuk mencukupi keperluan rakyat agar dapat hidup layak. Sosialisme ini mendukung suatu sistem ekonomi yang mengarah pada kesejahteraan umum. Namun  sosialisme tidak mampu mewujudkan kesejahteraan sosial tersebut atas dasar kesamaan derajat dan kemanusiaan. Karena, paham sosialisme bertujuan untuk membentuk kemakmuran bersama melalui usaha kolektif yang produktif di bawah kendali dan campur tangan pemerintah. Dengan demikian, dalam paham sosialisme kebebasan dan hak individu dibatasi bahkan tidak ada dan mengutamakan pemerataan kesejahteraan bersama. Paham sosialisme ini muncul sebagai reaksi terhadap kehidupan sosial kemasyarakatan yang ditandai dengan pertentangan dan ketimpangan kelas-kelas sosial yang ada pada negara feodal. Berbeda dengan Pancasila dimana hak azasi dan kemerdekaan seseorang sangat dijunjung tinggi dan dihargai seperti yang tertuang di dalam UUD 1945. Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan. Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa dan lain sebagainya. Dan Pancasila tidak sosialis meskipun terdapat persamaan terkait dalam masalah keagamaan dimana keduanya sepakat bahwa setiap orang bebas memeluk agama atau kepercayaannya masing-masing, serta tidak ada pelarangan akan hal itu. Jika dihadapkan dan disejajarkan dengan ideologi lainnya, maka tampak perbedaan pancasila dengan ideologi lainnya. Perbedaan yang mendasar adalah ideologi lain itu lahir dari pemikiran orang per orang atau hasil filsafat seseorang, sedangkan pancasila lahir sebagai refleksi filosofis bangsa Indonesia terhadap kehidupan sosio-kultural dan religius masyarakat Indonesia[15].


[1]  M. abdul Karim, Menggali Muatan Pancasila dalam perspektif Islam, Yogyakarta: Surya Raya, 2004,hal. 9-10
[2]  Ahmad Syafi’i Ma’arif, Islam dan Pancasila, Yogyakarta: Surya Raya, 2004, hal. xi-xii
[3] http://www.oocities.org/ troskya/index.html.diakses tgl 25/02/11, 13.09 wib
[4] http://definisi-pengertian .blogspot.com/2009/11/istilah-sosialisme.html diakses tgl 25/02/11, 13.15   
[5] Darji Darmodiharjo, Pancasila dalam beberapa Perspektif, Jakarta: Aries Lima, 1983, hal. 70
[6] Rukiyati, dkk., Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: UNY Press, 2008, hal. 67-68
[7] Kaelan, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma, 2004, hal. 144
[8]  Darji Darmodiharjo, Pancasila dalam beberapa Perspektif, Jakarta: Aries Lima, 1983, hal. 67
[9]  Rukiyati, dkk., Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: UNY Press, 2008, hal. 83
[10] Oka Mahendra, Penerapan Pancasila dalam Birokrasi Pancasila, Jakarta: BP-7 PUSAT, 1983, hal.123
[11] Darji Darmodiharjo, Pancasila dalam beberapa Perspektif, Jakarta: Aries Lima, 1983, hal. 75
[12] Krissantono, Pandangan Presiden Soeharto tentang Pancasila, Jakarta: CSIS, 1976, hal. 28
[13] Sambutan Pejabat Presiden Soeharto pada pembukaan musyawarah antar agama, 30-11-1967 di Jakarta.
[14] Rukiyati, dkk., Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: UNY Press, 2008, hal. 64.
[15] Rukiyati, dkk., Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: UNY Press, 2008, hal. 64.

2 komentar:

  1. tapi masyarakatnya masih jauh dari sila2 pacasila

    BalasHapus
  2. iy,,si.... sekarang ini masyarakat Indonesia sepertinya malah semakin jauh dari nilai-nilai pancasila,,, banyak pelanggaran HAM yang terjadi dan konflik di Indonesia yang mengancam integrasi bangsa.

    BalasHapus